Sabtu, 29 Maret 2014

The Answer of Being Unfriended

Primary School : Hey look, they all are my friend.

Junior High School: Hey, this is my friend that close to me.

Senior High School: He’s just the only my friend.


You know, why did I wrote these post? Do you think i didn’t have friend? You wrong, i have so many friend. But not bestfriend. My bestfriend comfort with their new friend. My new friend comfort with their old friend. I just cant understand this shit. Actually I’m not ‘lose’ friend, I just learn who’s the real one. I keep asking my self “What’s wrong with me? Did i wrong?”

I think this is a problem on friendship. Isn’t about “I’m jealous” but “Hey why s/he changed since s/he meet them?” But well, I understand, people changed, and i should too. Because i believe there’s a Hell for every Hello. What if I told you, friendship, relationship, it’s like another ship, it can sink.

But I believe, why God did this to me, because God gave me the Gold of Life. Known as family. I had cool brother that i can being crazy with. I had a lovely mom for huging me when world knocked me down. And great father. I belive someday i’ll be great father too, because i was rased by the greatest one.


For you who supposing your friend change, don’t worry, life has it balance. Maybe God don’t give you bestfriend but give you great family. Everything is going to be alright, maybe not today but eventually. And wait until they realized that they lose you.

Jumat, 28 Maret 2014

CERPEN: Kenapa Hari Ini?

Semalam nampaknya begitu melelahkan, aku terbangun pukul delapan dengan wangi dan baju rapi. Tapi badanku nampak linu semua setelah bekerja. Oh iya namaku Lina, hari ini terasa aneh, hari ini tak berjalan seperti biasanya. Aku lihat mobil suamiku, ternyata dia sudah berangkat kerja. Biasanya  suamiku membangunkanku untuk solat subuh sebelum berangkat kerja, baru hari ini aku ditinggal tanpa dipamiti. Anakku Erik juga tidak ada di rumah, padahal sepedanya masih di garasi. Mungkin dia diantar Papanya naik mobil. Aku harus bersiap, pukul sepuluh bis menuju kantorku segera berangkat.

Di terminal ramai, bis menuju kantorku segera berangkat. Aku berlari mengejar bis yang mau berangkat, dan ketika kaki kananku sudah menginjak dek bis, bisnya langsung jalan. Aku kaget, hampir terpleset. Aku segera mencari tempat duduk yang kosong. Tapi nampaknya hanya tinggal satu yang kosong, aku duduk di situ dan bersama seorang pria tua yang sedang melihat ke jendela. Aku juga lupa tidak membawa handphone dan jam tangan, dan kulihat bapak itu memakai jam tangan. Aku coba bertanya kepadanya “Permisi pak, sekarang jam berapa ya?” bapak tersebut tidak menoleh, aku panggil lagi “Pak?...Pak?!” tidak menoleh juga. Aku pikir dia tuna rungu, aku mencoba melihat sendiri jam itu. Oh ternyata masih jam sembilan.

Ketika hampir sampai, bis tersebut berhenti, nampaknya ada masalah. Ternyata di pinggir jalan ada mobil Van yang terjungkir, aku kaget, Van itu bertuliskan nama Industri kantorku. Aku coba tenang. Kupikir tidak ada apa-apa. Penumpang bis nampak turun satu persatu, bapak disampingku juga tampak berdiri dan mau turun, aku mengalihkan kakiku agak mepet ke bangku. Bapak itu tanpa bilang permisi langsung nyelonong keluar. Nampaknya ia bisu tuli sungguhan. Pedagang mulai naik dan menawari kacang, kuaci, dan permen. Mereka menawarkan dagangannya ke penumpang satu-satu. Aku haus, nampaknya air mineral bisa meredakannya. Aku merogoh dompetku, ternyata aku juga tidak membawa dompet. Aku panik, bagaimana aku membayar bis? Aku coba tenang lagi. Pedagang itu datang, dia tidak menawari aku dagangannya, ternyata dia langsung lewat. Aku heran, apa dia tidak melihatku? Bis hampir sampai kantorku, segerombolan anak muda turun dan memberikan uang ke kernet yang berada di depan. Aku masuk ke gerombolan itu, dan ikut turun bersama mereka. Tanpa terlihat, aku sudah berhasil turun dari bis. Syukurlah.

Aku jalan kaki menuju kantorku. Sampai kantor terlihat sepi. Aku melihat dua karyawan engineering bercakap.

“Lah ini boleh pulang dong?”
“Ya terserah elu.”
“Ngapain sih diliburin?”
“Itu, kapten jurnalis pak Edy sama tiga karyawannya tadi malem kecelakaan pas cari berita. Gue denger ada yang meninggal noh.”
“Innalilahi. Siape?”
“Itu jurnalis, gue lupa namanya.”
“Oh yang itu...”

Ini semua membingungkan. Sejak kapan pak Edy mencari berita tanpa aku? Aku kan Jurnalis andalah pak Edy? Jangan-jangan Van yang terbalik itu mobil pak Edy? Kasian juga tapi dia kecelakaan. Aku harus menjenguk dia.“Di rumah sakit deket lampu merah itu bro. Di situ dah katanya.” Aku dengar kedua engineer tadi. Aku jalan kaki menuju sana.


Sampai rumah sakit, aku langsung menuju UGD, aku melihat dari kaca pak Edy yang lagi infus. Dia nampak tidak sadar tapi detak jantungnya masih menunjukkan kalau dia hidup. Aku lihat supir ku Dani dan kameramenku Leo, mereka berjejer sama seperti pak Edy. Syukur lah mereka masih selamat. Tapi siapa yang meninggal? Aku membuka pintu UGD tersebut, selagi tidak ada penjaga yang melihat. Aku membuka tirai yang tertutup. Disitu ada kasur yang ditutupi selimut, dan nampaknya ada isinya. Aku kira ini salah satu karyawan yang meninggal. Aku buka selimutnya perlahan. Astaghfirullah, aku terjerit pelan. Sebab aku melihat muka wanita penuh darah. Hidungnya nampak hancur. Mukanya tidak jelas karena ternodai darah dan rambut. Aku menutup kembali selimutnya. Dan aku mencoba mencari tahu namanya, aku tarik tangannya yang terluka sebam. Aku melihat gelangnya ku tarik kertas yang terlinting, dan aku membaca... Elina Natasya. Loh? Itu kan namaku?

Sabtu, 15 Maret 2014

Hidup Itu Progress

Mungkin yang baca blog gue bosen karena gue suka bahas hidup. Tapi gue ngga tau kenapa, gue suka bahas hidup, karena menurut gue hidup itu suatu hal yang harus diabadikan, dengan cara diceritain. Kenapa? Karena kita ngga abadi.


Hari ini capek dan seneng dalam hidup gue kecampur jadi satu. Karena sekolah gue ngadain konser band reggae, Heavy Monster. Musik reggae itu keren, walaupun ngga ngerti lagunya, tapi tetep bisa dinikmati. Di dalam konser yang meriah, seorang temen gue namanya Robi, joget joget sama cewe. Robi adalah temen gue yang cupu soal cewek, sama kaya gue...tapi masih cupuan Robi. Gue liat dia dari jauh apakah yang diajak Robi dansa itu cewe tulen, ternyata bener, itu cewe tulen. Dan dia becanda-becanda sama cewe itu.


Tiba-tiba Robi nyamperin gue, dia tanya “Ayo kedepan, Mod.”
Gue jawab “Ntar, gue agak pegel, lo aja duluan.”
“Yaudah, disini dulu aja, gue juga agak capek” jawabnya.
Setelah agak lama, gue coba tanya. “Bik, itu cewe yang kapan itu lo incer bukan?”
Dia jawab “Iya kenapa Mod?”
“Ngga papa sih, tanya aja. Keren lo, dulu lo cuma simpenin fotonya, sekarang bisa gila-gilaan bareng. Ngga lo tembak?”
“Haha.. iya, Mod. Tembak? Ntar aja nunggu lebaran kambing, masih loading.”
“Bisa aja lo.”



LOADING. Kata-kata yang mungkin masih ketempel di otak gue. Gue mikir, mungkin jika gue mengingat sosok pelatih mantan club kesayangan gue, Manchester United, gue jadi ngerti kata loading. Moyes? Bukan, bukan Moyes. Tapi Sir Alex Ferguson. Dibebani Manchester dengan status liga hampir degradasi, dan hampir dipecat gara-gara ngga pernah juara. Now? He’s Legend, dari fans 0 sampe bejibun. MU bisa ngga jadi degradasi karena doi. MU sampe sekarang masih berada di Premier League, dengan mengantongi piala se-kontainer berkat SAF. Karena apa? Karena dia memulai sesuatu dari bawah, loading sampai ke atas dengan ngga mudah, balik kebawah lagi, loading lagi, dan seterusnya.


Selesai konser dan mikirin MU-nya, gue balik ke rumah dengan pegel. Secangkir kopi dan film kayanya bisa ngembaliin mood gue. Terlihat mak gue yang tiduran sambil FBan di kasur nya.
Gue pangil, “Mak.”
“Apa Mod?” jawabnya sambil nge-scroll-scroll beranda FBnya.
“Mama kok bisa nikah sama Bapak ceritanya gimana sih? Emang bapak dulu pinter ya?”
HPnya di taruh dan ngelepas kaca mata. Menghela nafas, dan bilang “ya gimana ya Mod, bapakmu itu ngga pinter lho padahal”
Hal pertama yang ada di pikiran gue adalah “Bapak gue udah kaya gitu, ngga pinter. Terus nikahin mak gue doi habis menyan berapa kilo ya.”
“Ya emang  jodoh Mod, kenapa kok tiba-tiba tanya gitu?” lanjutnya.
Gue jawab “Ngga papa mak, temenku lho udah banyak yang punya pacar. Yang cupu aja udah punya gebetan, cakep lagi. Aku? Dapetin temen cewe aja susah. Ada yang udah enak jadi temen, tapi ngarep jadi pacar. Pas jadi pacar, ditinggalin. Ada juga yang ngga niat, diajak serius katanya mau fokus UNAS.”
Mak gue ngakak, terus ngomong “Mod Mod, Hidup Itu Progress. Ngapain ribet-ribet ngurusin? Yang perlu itu doa biar dapet pacar. Kalo orang yang kamu minta ngga dateng juga, mungkin kamu dapet orang yang berdoa minta kamu. Kamu masih muda, nikmatin aja. emang kamu kebelet nikah?”
“HAH? ENGGAK MAK! Iya sih mak, tapi dari dulu yang aku pengin itu sahabat cewe.”
“Mama dulu ngga pernah ngomong sama bapak malah. SMA aja ngga pernah tatap muka walaupun sekelas. Kita ketemu di jalan, dan akhirnya kita bisa akrab sendiri. Aku lihat bapak mu itu punya tanggung jawab. Ya udah, sampe sekarang ini hasilnya. Bertahap Mod”


Gue ngowoh, apa yang gue amati dari temen gue Robi, Sir Alex Ferguson, dan Mak gue itu berhubungan. Intinya hidup itu cuma menikmati progress, Tuhan ngasih loading dengan cara memberi sedih pada kita, kalau ngga ada sedih, bahagia rasanya cuma gitu-gitu aja.