Iri aku melihat dokter.
Aku ingin sesekali melihat diriku menjadi seorang
dokter.
Andai saja orang tuaku memiliki biaya lebih ketika
aku kecil,
mungkin aku sudah berada di ruang pemeriksaan pasien.
Tapi dunia tak mengizinkanku mengambil profesi itu.
Tapi juga aku tak pernah mau kalah melawan dunia.
Jika dokter bisa mengobati orang sakit.
Aku bisa mencegah orang sakit.
Sedikit mempelajari ilmu sains waktu SD.
Nyamuk bisa membawa berbagai macam penyakit dan tinggal
di tempat yang lembab.
Aku? Aku bisa memusnahkan tempat yang lembab dengan
memungut limbah.
Profesi pemungut limbah aku kira sama dengan dokter,
hanya lebih sedikit pendapatannya.
Aku tak pernah lelah mejadi seorang pemungut limbah.
Semangatku mencari nafkah adalah senjataku untuk
bertahan hidup.
Kaleng dan botol plastik bekas yang masih utuh
adalah butiran emas yang harus aku kumpulkan.
Melihat keluargaku kenyang adalah bagian termanis di
hidupku.
Nampak hari sudah kehabisan tenaga.
Tapi aku belum selesai berburu ‘emas’ku.
Mentari yang ingin terlelap mencoba menyudahi
perjuanganku.
Rasanya dua puluh empat jam tidak cukup untuk
menghabiskan tenagaku.
Segera aku ke tempat penampung dan menukar emasku dengan
rupiah sebelum gelap.
Dalam senja aku mendapatkan rupiah yang cukup untuk
biaya makan hari ini.
Dengan cepat aku membeli segenggam beras.
Dan sejenak menikmati kopi di kedai dekat rumah.
Kemana aku selanjutnya?
Aku harus pulang melihat keluargaku makan dengan
lahap malam ini.
Dan tidak lupa bersyukur kepadaNya.
Ternyata Dia masih mengizinkanku dan keluargaku
tersenyum hari ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar