Jumat, 31 Januari 2014

CERPEN: Dia Adalah Aku

Hai, udah lama ngga ngepost cerpen ya. Ini mau nge-share cerpen yang share-able banget. Jadi, gue baca kumpulan cerpen Truth or Dare dari @WOWKonyol, ada yang salah satunya kaya cerpen ini, ngga persis banget, emang disengaja bedain supaya kalau beli buku doi ngga spoiler. Yup, simak cerpennya ya!

Terasa capek habis pulang dari kantor. Lampu-lampu menuntunku jalan ke rumah. Menghangatkan tulangku. Dan aku harus menemui seseorang yang bisa membenahiku. Tapi aku masih menunggu kereta di stasiun. “Cepat datang, aku bisa terlambat. Cepat datang, aku bisa terlambat.” Adalah mantraku untuk menenangkan diriku karena kereta yang tak kunjung datang. Karena tempat kerjaku dan tempat yang ingin aku kunjungi lumayan jauh.

Aku jadi ingat dulu SMA, namaku adalah Arsha, aku biasa dipanggil jerapah oleh teman-temanku karena tinggiku 178cm, cukup tinggi untuk wanita. Aku selalu diantar pulang oleh sahabatku, aku mempunyai sahabat yang bernama Bryan. Dia orangnya sangat pendiam, dan tidak suka berpacaran dengan cewek-cewek walaupun dia kesannya sangat cool. Sebenarnya aku dulu juga suka dia, tapi kita sudah terlalu nyaman menjadi sahabat. Dia juga sangat baik bagiku, kita bukan kekasih, tapi juga lebih dari sahabat. Bryan sangat pandai berbahasa Inggris, untuk urusan bahasa Inggris, dia hanya memejamkan mata, karena Ibunya adalah guru bahasa Inggris. Dia bukan orang yang sangat kaya, Ayahnya meninggal ketika ia masih kecil. Tapi dia mempunyai kemauan yang besar untuk meraih cita-citanya. Bahkan katanya, dia tidak mau berpacaran karena ingin meraih cita-citanya. Aku rasa itu aneh, menyalahkan pacaran hanya karena ingin meraih cita-cita.

Pernah suatu hari, setelah kita selesai ujian nasional, kita membicarakan cita-cita kita masing-masing. Ternyata kita punya cita-cita yang sama, kita sama-sama ingin ke Inggris. Bedanya, dia ingin kuliah dan kerja disana. Kalau aku... aku ingin menonton Coldplay. Aku sangat suka dengan Band asal negeri Inggris itu. Itu juga kalau kesampaian, kalau tidak, aku menjadi istri seseorang juga cukup. Tidak hanya ingin ke Inggris, Bryan ingin suatu saat mengajak wanita yang dicintainya. Namanya adalah Jirav, walaupun itu bukan nama aslinya, tapi Bryan sering memanggilnya dengan sebutan itu. Yah, aku rasa cita-cita itu masih lama terwujud, toh kita masih belum lulus. Masih banyak yang bisa terjadi.

Hari pengumuman sudah di depan mata, semua lulus dengan hasil yang memuaskan. Bryan mengucapkan selamat kepada Jirav dan memeluk Jirav. Jirav juga mengucapkan selamat kepada Bryan. Dan aku ber- terimakasih karena sudah mengantar pulang selamat 3 tahun. Dia juga pamit, karena dia sudah dipanggil UI untuk kuliah disana, dia kuliah dengan menggunakan jalur undangan di jurusan Sastra Inggris. Tapi Bryan sedih karena Jirav tidak diterima di UI di jurusan Hukum. Aku sebenarnya juga ingin kuliah, tapi apa boleh buat, orang tua ku tidak mampu membiayaiku. Aku rasa aku hanya ingin bekerja kantoran. Jadi sekretaris swasta? Tidak masalah, bukan?

Setelah 2 tahun dari itu, Silvi, teman sebangku-ku yang sekarang berkerja se-kantor dengan aku mengajak aku reuni SMA. Awalnya aku tidak mau, tapi Silvi memaksa akhirnya aku iya-in aja. Di SMA, aku melihat Bryan yang nyengir di hadapan teman-temannya. Dia menyapa Jirav yang baru datang, ternyata dia sudah lebih tinggi dari Jirav. Setelah mengobrol kesana-kemari, tiba-tiba dia mengungkapkan perasaannya kepada Jirav di depan teman-temannya “Hey Jirav, aku sudah suka dari lama kamu sejak SMA kelas 1. Mau kalau aku ingin kita lebih dari temen?” kata dia dengan nada tinggi. Jirav langsung memeluk Bryan. Jirav yang orangnya pemalu, tak segan-segan memeluk Bryan dan berkata “MAU! MAU BANGET! AKU JUGA DARI DULU SUKA SAMA KAMU!”

Sejak saat itu Bryan adalah orang yang beda. Bryan cerita, Ibunya meninggal karena sudah tua. Aku rasa Bryan sudah tidak punya siapa-siapa kecuali Jirav. Dia juga bilang, dia harus ke Inggris. Dia mendapat beasiswa dari negara. Dia berhak mengajak 1 orang untuk menemaninya, karena dia sudah tidak punya siapa-siapa dia ingin mengajak Jirav. Jirav pun pikir-pikir, setelah Jirav meminta saran dari teman-teman dekatnya, Jirav pun setuju dan dia ikut Bryan ke inggris.


Aku jadi senyum sendiri mengingat kejadian 5 tahun lalu itu, mengingat kejadian itu, tidak terasa, aku mengingat kejadian itu ketika aku di Railyard Avenue, sekarang aku sudah berada di Emirates Stadium menonton Coldplay tampil dengan menyanyikan “Lights will guide you home, and ignite your bone...”, dengan ditemani Suami yang sangat aku cintai yang waktu SMA sering memanggilku Jirav. Suamiku kerja di kedutaan besar RI di Inggris, setiap 2 bulan kita menonton Coldplay. Setiap 2 bulan cita-citaku tercapai. Dan setiap tahun kita pergi ke Indonesia untuk menemui orang tuaku.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar